Thursday, December 26, 2019

Mengamuknya Jin Islam di Keresek (Bagian Ketujuh)

oleh: Hasba

Konon, isu makin santer bahwa yang marah kepada saya itu adalah Puteri Raja. Artinya jin yang bukan sembarang jin, tapi jin dari kalangan intelektual.  Apatah dia seorang calon permaisuri di negeri Habsyi. Bukan jin sembarang jin, yang sering berada di tempat jorok tapi pastinya jin yang tinggal di istana.  Bukan jin sejenis kuntilanak yang tinggal di selokan sambil terbang ke sana ke sini sambil ngikik. Bukan sembarang jin yang tinggal di pohon beringin tua. Bisa dipastikan jin yang marah kepada saya adalah bukan setan yang seperti itu, dari namanya saja terlihat sangat bagus, Siti Kolbuniyah. Nama yang tidak lazim di kalangan biasa, tapi pasti dari turunan raja. Tambahan lagi dia beragama Islam, buktinya dia bisa mengaji dengan baik dan merdu.
 
Jin Islam ini sangat sakti, walaupun seorang perempuan, tidak mau menyingkir sekalipun dibacakan ayat kursyi.  Bukannya menyingkir saat dibacakan mantera oleh Mak Ecoh yang konon sakti mandra guna jampi-jampinya. Buktinya lagi, saat dibacakan ayat kursyi oleh saya. Dia malah main akrobat, dan mencuri nasi tumpeng. Tidak tanggung-tanggung sekaligus dia mengirim kotoran dengan ukuran dan bau yang begitu hebatnya. Setelah selesai membersihkan kotoran, salah seorang yang bergotong royong ikut membersihkan kotoran berkata:”Dicium dari baunya, sangat pantas kalau setan itu perempuan!” 
“Heh! Iyalah, gak usah dilanjutin ngomongnya!” Ujar saya, sambil terpaksa jadi tertawa ditahan. 
 
Lalu, bagaimana kisah selanjutnya, balas dendam jin Islam itu kepada manusia, seperti yang diucapkannya dalam tembang durma? Kelak, akan diceritakan kemudian.  Sekarang mari kita kisahkan dahulu bagaimana kejadian hari itu selanjutnya. Setelah kita semua membersihkan dan menyertu seluruh ruangan dalam dan luar rumah yang terkena oleh serangan najis jin yang tidak bisa dibayangkan tadi malam.
 
Hari itu seluruh desa Keresek menjadi gempar. Satu kecamatan Cibatu jadi ribut dengan issue. Terdengar sampai desa Cibunar. Ramai orang, berbondong-bondong dari desa Pasir Jengkol. Ramai berebut orang menuju ke cibatu dari kampung Sumur. Berdatangan ramai dari Limbangan, dari Pasir Laja dan dari Congkang. Jadi cerita setiap manusia, mereka saling cerita. Berbagi cerita dengan penduduk setempat atau yang datang sengaja ingin mengetahui ceritanya. 

Cerita yang dikisahkan makin ramai dengan komentar yang mempertanyakan bagaimana bisa makhluk sebangsa jin bisa kababayan (buang air di mana saja). Sekalipun belum pernah terdengar beritanya di dunia. Keanehan itulah yang membuat orang-orang penasaran, ingin mengetahui langsung bagaimana kejadiannya. 

Menyebar hoax yang mengatakan bahwa jin penyerang itu, mewujud dalam bentuk aslinya, bisa kasat mata seperti manusia. Apalagi diributkan, bahwa jin itu sangat cantik paras mukanya, dan bisa menunjukkan berbagai macam keahlian seperti tukang akrobat.  Banyak yang percaya dan menyampaikan doa, banyak juga yang tiak percaya sambil mencibir. Yang tidak percaya terutama kaum menak (bangsawan/berpangkat) yang tinggal di Cibatu yang paling dahulu tiba karena dekat ke pesantren.
 
Di antara mereka ada salah seorang, yang keukeuh ingin melihat bukti nyata akan adanya serangan jin tersebut. Selain dari sikapnya terlihat bahwa menak tersebut tidak percaya akan cerita yang diributkan orang-orang.  Nama menak tersebut, dikenal dengan Juragan Mantri Cacar. Dia bicara lantang dan menantang, ingin melihat dan berjumpa dengan wajah dan wujud jin itu.

“Coba lihat, bagaimana sih rupa jin itu!” katanya dengan jumawa, setengah menantang tanpa rasa takut. Nah, baru saja dia selesai bicara, tiba-tiba entah darimana datangnya. Baju jas putihnya khas perawat yang tampak masih baru disetrika tiba-tiba jadi basah, oleh merah darah air sepah, yang disiramkan dari tempolong (wadah kuningan)! Baju putihnya basah kuyup dan memerah karena air sepah. Tapi air sepah siapa? Dari mana? Tidak ada satupun yang melihatnya. 

Belum hilang rasa kaget, karena baju putih barunya menjadi basah memerah. Tiba-tiba, melayang selembar kertas putih kosong. Tidak ada tulisan atau gambar apapun di atasnya. Ajaib!  Setelah kertas itu tergeletak di hadapan si Juragan Mantri Cacar, muncul tulisan yang muncul dengan sendirinya. Tapi, tidak terlihat siapa yang menulisnya.  Tulisan yang muncul sangat cepat tetapi rapi. Tulisan yang muncul ditulis dengan pensil merah. Persis seperti teks yang muncul di bawah layar saat kita menonton film barat. Seperti itulah, kira-kira proses munculnya tulisan di atas kertas putih tadi.
 
Tulisan apa yang muncul ditulis dengan pensil merah di atas kertas tadi? Ternyata sebuah ancaman yang membuat bulu kuduk berdiri, membuat hati bergidik sendiri. Bunyinya begini:
“Cepat! Kamu minggat dari sini. Bila tidak saya cekik!” Cuma segitu tulisannya. Tapi, efeknya untuk Juragan Mantri Cacar, dia sampai balik kanan lari terbirit-birit, tidak berani menoleh ke belakang. Dia berlari terburu-buru, badannya tampak menggigil. 

Bahkan, dia sampai tidak pamit kepada saya sebagai tuan rumah.  Mungkin, ketakutan yang amat sangat meliputi Juragan Mantri Cacar sehingga dia cepat-cepat berlari pulang. Sebenarnya, kasihan juga. Datang dalam keadaan baju putihnya bersih.  Pulang bajunya jadi belang, merah putih penuh dengan air sepah.  Silakan cek sendiri oleh para pembaca, kebenaran cerita ini kepada para santri yang mungkin masih hidup sekarang. (Bersambung).

DESSULAEMAN

2 comments:

  1. Replies
    1. http://jin-islam-keresek.blogspot.com/2019/12/mengamuknya-jin-islam-di-keresek-bagian_51.html?m=1

      Delete