Tuesday, December 31, 2019

Diculik Dedemit (Bagian Kelima)

Diculik Dedemit (Bagian Kelima)

Oleh : HASBA

Bahan pakaian yang tadi disisipkan di belakang baju, disisipkan makin ke dalam ke arah pantatnya. Alep merasa khawatir barang itu terjatuh.  Dalam hatinya dia berkata, seandainya nanti kembali ke kobong bahan baju tersebut akan disimpan di bawah genting di atas tempat tidurnya.  Tiba-tiba, di bawah tempat duduknya terasa ada benda keras yang ternyata sebuah genting. Alep merasa seperti di dalam syurga, saat kecil dulu waktu menemani akan tidur, neneknya pernah bercerita. Kelak di syurga tidak perlu susah seperti sekarang. Ingin minum air nira, harus menyadap dulu, ingin makan nasi harus menanak nasi dahulu. Di syurga apapun yang dibayangkan, misalnya ingin ayam bakar langsung berada di depan kita. Itu adalah cerita neneknya, sambil mengusap kepala Alep bila akan tidur. Sekarang ada pengganti nenek yang menyayangi dirinya, yaitu Tuan Syekh.

Ke dalam telinganya, seperti ada suara tanpa wujud yang berbisik, “Bandung!”.  Hati Alep, menuruti suara tanpa wujud tersebut. Dirinya jadi ingin ke Bandung. Dan...dalam sekejap mata dia sudah berada di depan rumah Bibinya di Gang Pamarset, Bandung. Tidak menunggu pintu dibuka, dia sudah berada di dalam.  Tampak oleh Alep bibinya sedang memasak, sepertinya menyiapkan makanan untuk makan siang Pamannya, yang tidak lama lagi akan pulang dari kantor.  Bibinya tidak memperdulikan kehadiran diri Alep yang baru datang.  Padahal, biasanya sangat ramah dan menyambut kedatangan Alep bila berkunjung ke rumah itu.  Anak-anak Bibinya belum pada pulang dari sekolah. Alep merasa tidak diperdulikan oleh Bibinya, dia merasa kecewa.  Dia meninggalkan rumah Bibinya, tanpa menunggu kedatangan Paman dan keponakannya.

Saat dirinya kebingungan karena di Bandung, ternyata Bibinya tidak mempedulikan dirinya.  Terdengar lagi dalam telinganya ada suara, “Yaman! Yaman!” Hati Alep, sudah berpengalaman dengan kejadian suara tanpa wujud yang mengingatkannya untuk ke Bandung. Kali ini pun tidak jauh berbeda, hatinya langsung berbisik ingin ke Yaman. Negara padang pasir sejauh mata memandang dipunugi pasir semata. Kotanya dipenuhi dengan bangunan yang tinggi, seperti pencakar langit. Jalan raya melintang ke berbagai arah dengan permukaan aspal yang licin, mirip jalan undur-undur (serangga kecil yang  berada dalam tanah halus di kolong rumah).  Di kiri dan kanan jalan raya tersebut, dipagari oleh pohon-pohon yang sedang berbuah dengan lebatnya.  Buahnya mirip buah aren (sepertinya pohon kurma, penterjemah).

Jalan yang paling bagus mengarah ke Istana Raja Yaman.  Alep dibawa ke situ ditemani Tuan Syekh yang menemaninya sejak dari Pendopo Garut.  Para pengawal atau hulubalang raja yang berpakaian seragam dinas serta bersenjata lengkap seperti dalam cerita Aladin, memberikan hormat kepada Alep.  Saat sudah berada di dalam istana, mata Alep melotot mengagumi keindahan istana beserta isinya. Di Balai pertemuan, tampak sedang ada musyawarah para pejabat dan menteri kerajaan. Para pelayan wanita yang semuanya berparas cantik, serba gemerlap karena memakai aneka perhiasan dari mutu manikam.

Saat melihat Alep, semua memberikan salam dan mengucapkan selamat datang seperti sudah lama mengenal dirinya. Malahan mereka mengetahui nama dirinya. Hati Alep terasa sejuk sewaktu ditanya oleh para wanita yang berparas cantik.  Jantungnya berdegup kencang, dengan perasaan tak tergambarkan melihat kecantikan mereka.  Seumur-umur, baru hari itu ditanya oleh para wanita dengan paras yang begitu cantik jelita. Keharuman parfum yang harum, semerbak dari tubuh para wanita itu, semakin membuat diri Alep gugup.  Tubuhnya gemetar, kaki dan tangannya mendadak membeku.  Alep jadi merasa serba salah.  Mungkin ini yang digambarkan oleh Kang Ajengan dalam syair Arab yang berbunyi:

Hawaya ma’arrokbil yamanina mus’idu
Hatè tibelat kanugeulis urang Yaman
Kelèt socana nu matak nyèrèdèt
Jung nangtung mileuleuyankeun
Ku Iklas ninggalkeun diri
Nu kantun katrèsna ati

(Hawaya ma’arrokbil yamanina mus’idu
Hati selalu teringat kepada si cantik dari Yaman
Lirikan matanya membuat hati terpikat
Berdiri melambaikan tangan
Dengan ikhlas meninggalkan diri
Yang tinggal hanya cinta di hati).

Sayangnya Alep tidak bisa lama tinggal di negeri Yaman, sebab dirinya merasa mengelilingi dunia belum tuntas.  Lagi- lagi ada suara tanpa wujud terdengar di telinganya.  Suara yang pasti menyebabkan hatinya menurut apa yang diinginkan oleh suara tersebut. “Habsyi! Habsyi!” seperti kondektur yang berteriak di dalam bis atau kereta saat akan tiba di tujuan.  Dalam sekejap dirinya sudah berada di Negeri Habsyi!

Seperti yang sudah terjadi di Negeri Yaman, begitu Alep datang semua mengucapkan selamat datang.  Wajah para penyambut ramah dan sumringah saat melihat kedatangannya. Semua menyambut seperti menyambut kedatangan sahabat yang lama berpisah. Saat mengucapkan selamat datang dan bersalaman, pipi kiri dan kanan Alep dicium seperti adat istiadat orang Arab pada umumnya. Alep meringis karena perasaan geli, saat kumis dan janggut tebal mereka menempel pada pipinya.  Tubuh mereka tinggi besar, kulit mereka hitam legam seperti pantat wajan. Jadi teringat si jago tinju Si Mulut Besar, Muhammad Ali. (BERSAMBUNG)

DESSULAEMAN

(ilustrasi gambar dari Google)

No comments:

Post a Comment