Friday, November 29, 2019

Mengamuknya Jin Islam di Keresek (Bagian 11)

Mengamuknya Jin Islam di Keresek (Bagian 11)
oleh: HASBA

Satu waktu, Den Djaja anaknya juragan Naib Ciawi membiarkan dirinya sendirian di kobong.  Semua teman-temannya sudah berangkat ke mesjid untuk mengaji, dia bolos dan berdiam di kobong sendirian. Siang itu, dia sedang tidur-tiduran sambil menunggu waktu Asyar tiba. Saat waktu Dzuhur akan habis, dia masih menghapalkan salah satu pelajaran kitab kuning.  

Tiba-tiba terdengar suara “kretek, kretek, kretek....” seperti sura tikus yang akan masuk ke dalam kotak tempat penyimpanan kitab yang terletak di atas rak buku. Dia melirik ke arah datangnya suara.  Begitu matanya melihat ke arah rak, tampak di atas rak buku itu seorang perempuan muda cantik sedang bertumpang kaki, sambil menggoyang-goyangkan kaki  kanan yang menumpang di atas kaki kirinya.  Perempuan itu seolah mentertawakan dirinya.  Perempuan muda itu memakai mukena, kecantikannya tetap tampak jelas.  Hidungnya mancung, kedua matanya jeli, alisnya hitam tebal, tampak ada kentit di pipinya, gigi geliginya rapi dan putih bersih, bibirnya memerah delima, putih matanya tampak membayang garis tipis bayangan di kedua kelopak matanya.

Den Djaya tekenal sewaktu sekolah di H.I.S (sekolah menengah Belanda) sebagai playboy tukang mempermainkan perempuan.  Dia paling berani menghadapi teman atau guru perempuannya.  Setiap perempuan pasti tidak aman, oleh keisengan dan sifat playboy Den Djaya, semua korban dipermainkannya tanpa perasaan. Tapi, kenapa waktu itu  ada perempuan cantik malah datang ke kobongnya Den Djaya malah ketakutan? Saking kagetnya melihat perempuan cantik itu, tubuhnya sampai terlompat dari dipan dimana dia sedang rebahan.  

Sebelumnya, memang Den Djaja ini bicaranya sompral (nantangin) seperti yang dilakukan oleh Mantri cacar.  Dia bilang, walaupun setan tapi kalau wajahnya rupawan dan  menawan silakan datang.  Tapi, ternyata setelah setan cantik rupawan datang dia seperti tersihir. Tubuhnya membeku, tak bisa bergerak, kakinya kaku tak bisa dilangkahkan, mulutnya berteriak-teriak tapi tidak bersuara, perasaan suaranya mendadak serak padahal tidak ada suara yang keluar.  Dalam ketakutan dan kekalutan yang teramat sangat, tiba-tiba terdengar suara seruling yang membuat bulu kuduk jadi merinding.  

Bukan seruling yang menggugah kesadaran, membawa ke rasa asmara.  Bukan seruling yang membuat hati menjadi sedih, bukan seruling jeritan hati kepada kekasih.  Tapi suara seruling yang membuat jiwa teringat pada kematian. Suara seruling terasa sangat getir, membuat perasaan mati rasa. Nada suara seruling itu sangat tinggi, dan terdengar menjadi makin banyak. Mendekat ke arah telinga, membuat jiwa diliputi rasa takut yang amat sangat.

Den Djaya seolah-oleh merasa dirinya tinggal beberapa saat lagi menunggu diterkam dan ditelan oleh jin itu.  Kaki Den Djaya, mencoba untuk bergerak, niatnya ingin bangun kemudian berlari ke luar kobong.  Dalam ketakutan dan kekalutan, tiba-tiba perempuan cantik itu berkata, dengan posisi tetap duduk bertumpang kaki, suaranya serak kering mengerikan, “Kamu jangan gelisah. Diam dan jangan bergerak! Bila tidak, biji ka***t kamu akan saya remas!”  

Sesudah itu, dengan sangat mendadak sekali dan tidak disangka-sangka. Jin perempuan itu menerkam “jimat hidup” milik Den Djaya.  Kemudian jin itu berkata dengan suara mengerikan suaranya besar, serak dan dalam. “Akhirnya, kena juga kan**tmu, yang suka dipakai untuk berbuat jahat kepada perempuan!”  Den Djaja, akhirnya pingsan, tidak kuat menahan rasa sakit. Karena biji peler isi kolor diremas saking kerasnya.  Jangankan diremas dengan sangat keras, terpukul sedikit saja oleh manusia biasa membuat tubuh terhuyung-huyung. 

Den Djaya baru kembali sadar diri, setelah ditolong dan dijampi-jampi oleh teman-temannya.  Keesokan harinya Den Djaya pamitan, pulang ke Ciawi dengan membawa semua kitab dan pakaiannya. Dia bertekan tidak akan kembali ke pesantren selama jin itu masih mendekam di sana. (BERSAMBUNG).

DESSULAEMAN

No comments:

Post a Comment