Thursday, November 28, 2019

Mengamuknya Jin Islam di Keresek (Bagian 9)


Oleh : HASBA
...Tampak di langit-langit seorang perempuan cantik, berambut panjang dan berpakaian putih panjang. Duduk santai seperti selonjoran, sambil bernyanyi dan menatap para santri."
**************************************************************************

                Saya pun bangun, lalu duduk. Tapi kenapa jadi tak kuat menahan tangis, mulut tidak terasa menyebut-nyebut nama Ayahanda beberapa kali. Memanggil-manggil ayahanda, seolah beliau masih hidup. Kurang lebih seperempat jam meringis dan menangis, selanjutnya kembali tersadar. Selanjutnya, saya membaca ayat-ayat suci supaya Ayahanda dilapangkan di alam kuburnya, dipenuhi rahmat dari Allah SWT. Mata, tidak bisa dipejamkan lagi sampai pagi.
                Paman dan Bibi saya dari Sumurkondang dan saudara-saudara dari tempat jauh atau dari tempat yang dekat, berdatangan menunggui saya sekeluarga. Hasan si Cikal, belum sembuh juga. Mereka bergantian, menunggui saya sekeluarga. Ikut menjaga dan ronda bergantian tanpa pamrih sebagai rasa bela sungkawa. Tapi, meronda dan berjaga-jaga dari apa, dan dari siapa? Walaupu dikerahkan beberapa batalion dan sekuat apapun pasukan yang dikerahkan untuk berjaga-jaga, pasti akan sia-sia belaka. Karena, yang dihadapi adalah musuh yang tidak terlihat oleh mata alias jin.
Hati saya tetap tidak tenang, walaupun begitu ketat dan banyaknya penjagaan yang dilakukan sanak saudara dan para santri. Malah makin panik, karena jin tersebut sepertinya makin menjadi-jadi bila yang menunggui atau menjaga saya sekelurga makin banyak. Jin tersebut makin membuat kesal dan prustrasi satu pesantren. Cerdas sekali si jin melakukan perang urat saraf. Bagaimana tidak? Dia mah melihat ke kita, tapi kita sama sekali tidak bisa melihat wujudnya. Misalnya, dia melakukan kejahilan mempermainkan saya dan kita seperti berikut.
                Bila sanak saudara ramai sedang ramai berkumpul sedang menjaga dan menemani saya atau sedang pengajian atau bermusyawarah di pesantren. Tiba-tiba, entah dari mana datangnya. Ujug-ujug muncul seekor tikus ke tengah-tengah orang-orang yang sedang berkumpul. Tidak siang, tidak malam tikus itu muncul bila orang-orang sedang berkumpul. Tentu saja hal itu memuat panik di kalangan kaum wanita, mereka berlarian menjerit-jerit, kegelian sambil berteriak histeris.
Tubuh orang-orang di sana bergidik kegelian, takut sekaligus jijik. Bila terlihat orang-orang ketakutan, dan panik seperti itu. Si tikus jin, malah makin menggila kelakuannya. Dikejar-kejar dan diusir bukannya kabur malah seperti sengaja pamer kekuatan. Saat dikejar dan dikepung, si tikus malah melompat ke atas betis orang yang ketakutan. Lari turun naik dari betis ke paha, dari paha turun lagi ke betis. Tentu saja, perempuan yang dijahilinya. Makin panik dan makin menggila rasa geli dan takut. Menjerit, sambil mengangkat kain panjang yang dikenakan. Setelah puas, tikus itu melompat ke kaki-kaki lain yang ketakutan atau kegelian. Suasana jadi kacau balau , takut, panik, suarat jeritan dan suara tawa tertahan bersatu dalam kehirukpikukan tersebut.
                Seorang pemberani yang tidak takut dengan tikus, dengan gagah berani, mengejar-ngejar tikus tersebut. Kemudian, memukul tikus itu dengan tongkat rotan bekas gagang sapu ijuk. Orang-orang pun serempak melingkar siap memukuli tikus itu sampai mampus. Tiba-tiba tikus yang dipukul itu yang asalnya segede cecurut. Merubah wujudnya menjadi sebesar anjing hutan, sambil menggeram kepada orang-orang yang mengepung dan siap menghajarnya. Tentu, saja melihat tikus segede anjing hutan dan menggeram. Semua bubar, berlarian ke sana kemari, laki perempuan semua berlari bahkan ada yang melompat-lompat sambil menjerit atau berteriak-teriak ketakutan atau kegelian.
                Akhirnya setelah mengetahui bahwa bila dipukul tikus itu akan berubah menjadi sebesar anjing hutan. Tidak ada yang berani lagi memukul tikus, bila muncul dalam keramaian atau ketika sedang pengajian. Semua seperti dikomando, hanya berdiam diri, menyaksikan si tikus beraksi sendiri di tengah-tengah orang yang berkumpul sambil bersila. Semua maklum, tidak akan terbayangkan bila tikus itu dipukul. Kemudian mati, dipastikan ajang balas dendam si jin akan menjadi-jadi seperti dibunuhnya ular hitam. Ditakutkan, tikus yang muncul adalah tikus jelmaan jin. Bagi tikus asli tikus, ketakutan orang untuk tidak membunuh tikus menjadikan tikus asli aman dari gangguan manusia. Akhirnya populasi tikus meningkat dan merusak semua yang ada. Jangankan padi yang tersimpan di gudang, bantal, guling, kasur, bahkan pakaian bekas semua habis oleh tikus asli. Keadaan menjadi tambah keruh!
                Akhirnya, karena kemunculan wujudnya dalam bentuk tikus tidak lagi dihiraukan alias dicuekin. Muncul lagi satu keanehan lain, yang membuat semua orang menahan tawa sekaligus ketakutan. Misalnya, bila orang-orang sedang berkumpul dala pengajian atau bermusyawarah. Dari pintu atau jendela yang terbuka atau dari lubang langit-langit yang bolong. Seringkali, tiba-tiba muncul sebuah lengan, yang tidak hanya panjang tapi juga besar. Kulitnya sangat hitam dipenuhi rambut-rambut hitam tebal sangat kasar. Telapak tangannya sebesar tampah besar, jari-jarinya sebesar pisang galek. Kuku-kukunya sangat tajam juga hita, seperti kuku macan siap menerkam. Tangan itu seperti bersiap meraup dan meremas tubuh orang-orang yang ada di sana. Jari jemari-jemari yang berkuku hitam seperti cakar mengerikan, dimainkan seperti manusia sedang bermain gelitik terhadap seorang bayi. Mungkin kita ingat, kalau mengajak main bayi, jari-jari kita suka dimainkan di atas tubuh bayi, seperti akan menerkam sambil berkata: “rauk-rauk jabang bayi, dimana si julang ngapak eunteupna. Di dieueueu...!” sambil jemari kita menggelitik badan si bayi. Yang akan merespon dengan tertawa renyah kegelian.
                Siapa orangnya yang tidak takut, dengan tangan panjang besar hitam dan berambut kasar seperti kawat dengan kuku bercakar hitam seperti macan. Siap menerkam, mencengkeram tubuh orang-orang yang hadir di sana. Mungkin pada saat menggelitik perut atau dada bayi, jemari tangan kita mendarat halus dan pelan saja. Tidak terbayangkan bila tangan jin itu, mendarat di dada atau perut manusia. Dipastikan tubuhnya akan remuk redam, mungkin tiga orang saja digenggam dan diremukan oleh tangan tersebut bukan perkara yang sulit, saking besarnya tangan dengan jari jemari bercakar mengerikan itu!
                Kadang kala kejadian yang tidak disangka-sangk, jin tersebut menampakkan dirinya dalam wujud nyata! Bila para santri sedang libur mengaji di malam Jum’at. Para santri sering bermain dan bersenda gurau menghibur diri di dalam kobong (pondok asrama). Ada yang bercanda, ada yang mengobrol, ada yang bernyanyi, ada yang main musik dengan mulut (mungkin sekarang musik akapela) dan permainan lainnya yang membuat suasana di pondok menjadi ramai. Tiba-tiba dari langit-langit kobong, terdengar keras suara gitar dengan lagu yang merdu. Semua serentak melihat ke langit-langit, semua terdiam, sunyi, mendadak membisu. Terdengar hanya suara denting senar gitar yang dimainkan sangat mahir dengan nyanyian suara merdu seorang perempuan.
                Seperti dikomando, para santri mendongak. Tampak di langit-langit seorang perempuan cantik, berambut panjang dan berpakaian putih panjang. Duduk santai seperti selonjoran, sambil bernyanyi dan menatap para santri. Tubuh para santri mendadak jadi membeku, nafas mereka tertahan, dibarengi bulu kuduk yang berdiri, mereka menggigil ketakutan. Semua tidak ada yang berani, menatap lama ke atas langit-langit. Semenjak kejadian itu, bila terdengar suara denting senar gitar dan suara perempuan yang bernyanyi. Para santri tidak pernah lagi melihat ke atas langit-langit. Para santri tidak menghiraukannya, mereka asyik dengan teman-temannya saja. Terdengarnya denting suara gitar dan nyanyian merdu tidak lagi menjadi barang yang ditakuti. Yang penting tidak mendongak ke atas.
                Bila malam tiba sangat pantas bila semua jendela tertutup, tapi bila siang semua jendela tertutup padahal ada penghuninya. Tentu menjadi hal yang tidak lumrah. Tapi, di rumah saya, terpaksa hal itu dilakukan. Siang malam jendela tertutup rapat. Jadi selamanya harus gelap. Makanya suasana benar-benar jadi seperti rumah hantu atau rumah yang memang berhantu. (BERSAMBUNG).

DESSULAEMAN
ilustrasi gambar dari Google




No comments:

Post a Comment